Tuban (25/10/2025) — Ketegangan antara Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Senori, Kabupaten Tuban, terus berlanjut setelah pihak kampus secara tegas menyatakan hanya mengakui PM (berlandaskan aswaja) sebagai satu-satunya organisasi ekstra kampus yang diperbolehkan beraktivitas di lingkungan perguruan tinggi tersebut.
Sementara HMI dianggap “tidak sejalan” dengan paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang menjadi landasan ideologis kampus.
Sikap tersebut langsung menuai keberatan keras dari HMI Cabang Tuban yang menilai kebijakan itu sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap hak mahasiswa untuk berorganisasi.
Dalam keterangan resminya, HMI menegaskan akan membawa persoalan ini ke tingkat regional melalui Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah IV Jawa Timur, bahkan menembuskan laporan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI.
HMI Anggap Kampus Keliru Memahami Prinsip Aswaja
Ketua Umum HMI Cabang Tuban, Agus S, menilai keputusan kampus mencerminkan miskonsepsi terhadap konsep Ahlussunnah wal Jamaah yang sejatinya mengandung nilai toleransi, keterbukaan, dan penghargaan terhadap perbedaan.
“Menjadikan paham Aswaja sebagai dasar untuk menolak eksistensi HMI adalah bentuk penyempitan makna Aswaja itu sendiri. Islam mengajarkan tasamuh, menghargai perbedaan. Kampus seharusnya menjadi ruang dialog, bukan arena eksklusivitas ideologis,” tegas Agus saat ditemui usai rapat internal pengurus, Kamis (24/10/2025).
Menurutnya, pelabelan “ilegal” terhadap HMI hanya karena perbedaan pandangan teologis merupakan tindakan yang tidak berdasar secara akademik dan justru bertentangan dengan visi kampus Islam sebagai ruang pengembangan ilmu dan dakwah yang inklusif.
Bukti Audiensi dan Rencana Pelaporan Resmi
HMI Cabang Tuban mengaku telah mengantongi dua bukti penting untuk memperkuat laporan ke Kopertais Wilayah IV Jawa Timur, yakni rekaman audio hasil audiensi antara pengurus HMI dengan pihak kampus, serta dokumen teks kesepakatan yang meskipun belum ditandatangani, menunjukkan adanya pernyataan tegas dari pihak kampus bahwa HMI tidak diizinkan beraktivitas.
“Bukti ini menunjukkan bahwa larangan itu bukan asumsi, tapi pernyataan eksplisit dari pihak kampus. Kami tidak ingin memperkeruh suasana, tetapi langkah hukum dan administratif harus ditempuh,” ujar Agus.
Laporan resmi HMI disebut akan segera dikirimkan awal pekan depan, disertai tembusan kepada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, agar mendapat penanganan sesuai mekanisme pembinaan perguruan tinggi keagamaan Islam swasta (PTKIS).
Komitmen HMI: Jalur Bermartabat, Bukan Konfrontasi
Di tengah dinamika ini, HMI menegaskan tidak akan menggunakan cara-cara konfrontatif.
Menurut Agus, langkah pelaporan ke Kopertais bukan bentuk permusuhan, melainkan upaya menjaga marwah mahasiswa dan kampus agar tetap berpegang pada prinsip hukum serta nilai keislaman yang toleran.
“Kami tetap menghormati STAI Senori sebagai lembaga pendidikan. Tapi kami juga wajib menegakkan hak mahasiswa untuk berorganisasi tanpa intimidasi dan diskriminasi. Ini bukan tentang menang atau kalah, tapi tentang menjaga keadaban akademik,” pungkasnya. (Ping)
