Selamat Milad Pengadilan Agama Melayani dengan Hati, Bukan Dengan Transaksi

Bojonegoro – Siapa nyana, usia Pengadilan Agama (PA) lebih tua dibanding dengan usia negara Indonesia. Jika Indonesia pada 17 Agustus nanti berumur 80 tahun, maka PA tepat hari ini berusia 143 tahun.

“Tanggal 1 Agustus adalah tanggal lahirnya peradilan agama. 1 Agustus 2025, 143 tahun yang lalu, peradilan agama mulai resmi berdiri, berdasarkan Staatsblad 153 Tahun 1882,” kata Drs.H. Sholikhin Jamik,SH.MH. Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro Kelas IA, Senin (28/7/2025).

Beleid itu dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda untuk menindaklanjuti Keputusan Raja Belanda Willem III, tanggal 13 Januari 1882 yang dimuat dalam Staatsblad 152 Tahun 1882. Staatsblad itulah yang jadi payung hukum pembentukan pengadilan agama di Jawa dan Madura.

“Meski secara resmi baru berdiri pada 1882, sesungguhnya peradilan agama dengan berbagai variannya telah eksis di Nusantara sejak lama, ketika berbagai kerajaan Islam masih berjaya sebelum datangnya bangsa Eropa,” ujar Sholikhin Jamik

Peradilan agama telah eksis di berbagai kerajaan Islam di Nusantara. Mulai dari Aceh, Banten, Priangan, Mataram, Gowa hingga Ternate, dengan nama dan kedudukan yang beraneka ragam.

“Peradilan Agama dulu dikenal sebagai peradilan serambi, karena tempat sidangnya di serambi-serambi masjid,” kata Sholikhin Jamik.

Setelah berlalunya era kolonialisme, pada masa kemerdekaan hingga sekarang, peradilan agama lantas mengalami pasang surut, baik dari segi kedudukan, kompetensi maupun anggaran.

Tahun 1989 menjadi titik balik eksistensi peradilan agama, ketika diundangkannya UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama. UU tersebut telah diubah dua kali, terakhir dengan UU No/50 Tahun 2009. Pada tahun 2004, peradilan agama resmi berada satu atap di bawah Mahkamah Agung, bersama peradilan umum, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer.

Dengan demikian Keberadaan lembaga Peradilan Agama di Indonesia sudah ada sebelum kemerdekaan. Perkembangannya mengalami banyak perubahan pasca kemerdekaan. Salah satunya terkait dengan kedudukan Peradilan Agama dalam sistem ketatanegaraan  berpengaruh kepada independensinya sendiri.

Independensi peradilan agama tentunya menjadi persoalan yang sangat di perhatikan. Indepedensi ini sudah tercermin melalui kedudukan  teknis yustisial, adminstratif, organisatoris, dan finansial yang berada dibawah  Mahkamah Agung berdasar   Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sehingga terbebas dari campur tangan kekuasaan manapun, yang sebelum adanya UU ini kewenangan dalam hal organisasi, administrasi dan keuangan masih berada dibawah pemerintah (Departemen Agama). Penguatan kewenangan dan kedudukan Peradilan Agama semakin tercermin dengan dilakukkannya dua kali perubahan terhadap Undang-undang Peradilan Agama. (Udin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *