BOJONEGORO – Pemberian program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak balita di Desa Karangdowo, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menuai kritik tajam dari warga setempat.
Program yang seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan gizi balita, yakni di kelompok yang paling rentan dan membutuhkan perlindungan justru diwarnai berbagai permasalahan yang mengkhawatirkan.
Jika benar, Kondisi itu tentu sangat memprihatinkan dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai standar kualitas bahan makanan yang digunakan dalam program MBG ini.
Salah seorang warga Desa Karangdowo yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan setidaknya ada tiga poin utama yang menjadi perhatian terkait pelaksanaan MBG ini.
Pertama, frekuensi pemberian yang tidak sesuai dengan harapan. Padahal Idealnya, program MBG harus hadir setiap hari untuk memastikan asupan gizi yang berkelanjutan bagi balita.
Namun, di Desa Karangdowo, Kata Warga MBG hanya diberikan dua kali dalam seminggu. Lebih ironisnya, jatah untuk tiga hari tersebut digabung menjadi satu.
“Makanan yang diberikan pun sangat sederhana, hanya berupa jagung rebus satu buah dan dua buah jeruk dan roti, Jika ada nasi, lauknya hanya sayur lodeh, itupun seringkali sudah basi dan tidak layak dikonsumsi,”ujarnya.
Kedua, masalah menu yang monoton juga menjadi keluhan utama. Setiap kali MBG dibagikan, anak-anak hanya disuguhi hidangan yang sama berulang-ulang.
Ketiga, kualitas sayur yang sangat buruk. Warga menemukan bahwa sayur yang “seperti busuk” masih diberikan kepada para balita penerima MBG.
Dari penelusuran lebih lanjut keterangan warga tersebut, terkonfirmasi jika di dalam 3 hari di ropel 1 kali, memang benar, dan jika yang di sajikan monoton dan sayur lodeh basi, dia mengaku kurang tau.
Diketahui ternyata asal MBG itu dari dapur MBG yang berlokasi di Desa Jatigede, Kecamatan Sumberrejo. Dan dan infonya dapur MBG itu diduga milik anggota DPRD Bojonegoro berinisial S dari Fraksi Golkar.
Saat dikonfirmasi, anggota DPRD tersebut membantah kepemilikan dapur MBG dan menyatakan bahwa hal itu adalah tanggung jawab Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Dapur tersebut bukan milik saya mas. Soal menu dan lain – lain itu ranahnya Kepala SPPG, Ngapunten nggeh niki taseh berduka, Bapak meninggal, Ngapunten belum fokus jawab,”ujarnya singkat. Sabtu (20/9/2025)
Dengan berbagai permasalahan yang mencuat ini, warga berharap, pihak-pihak terkait harus segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.
Evaluasi mendalam terhadap standar operasional prosedur, pengawasan kualitas makanan, dan mekanisme distribusi harus dilakukan. Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan. Jika terbukti ada kelalaian atau penyimpangan, tindakan tegas harus diambil. (Arh).