BERITA  

Pendidikan Rendah, Penyumbang Terbesar Pengajuan Dispensasi Kawin (Diska)

BOJONEGORO – Data dari Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur periode Januari–Juni 2025 menunjukkan angka yang memprihatinkan terkait dispensasi kawin. Tercatat ada 3.552 permohonan yang diajukan, dengan 93,7% di antaranya dikabulkan. Artinya, setiap hari ada sekitar 20 anak di Jawa Timur yang menikah di bawah usia yang seharusnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, 73,6% dari pemohon dispensasi kawin hanya berpendidikan SD atau SMP. Hal ini mengindikasikan bahwa putus sekolah menjadi faktor risiko utama yang mendorong anak-anak ke dalam pernikahan dini. Tanpa pendidikan dan keterampilan yang memadai, mereka rentan terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.

Bojonegoro: Secercah Harapan di Tengah Tantangan

Di tengah situasi yang suram ini, Bojonegoro menunjukkan tren yang menggembirakan. Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro, Solikhin Jamik, melaporkan penurunan jumlah kasus dispensasi kawin dari 228 kasus pada tahun 2024 menjadi 205 kasus di tahun 2025.

“Ini adalah kabar baik, tetapi kita tidak boleh berpuas diri. Kita harus terus mencari akar masalah dan memperkuat upaya pencegahan dari hulu,” ujarnya.

Solikhin juga menekankan bahwa data yang tercatat di pengadilan hanyalah sebagian kecil dari fenomena yang lebih besar. Kemungkinan besar, masih banyak pernikahan anak yang tidak terdeteksi dan tidak tercatat secara resmi.

Perbandingan dengan Kabupaten Tetangga

Meskipun menunjukkan penurunan, Bojonegoro masih mencatat angka dispensasi kawin tertinggi dibandingkan dengan kabupaten tetangga:

– Tuban: 140 kasus
– Lamongan: 94 kasus
– Nganjuk: 82 kasus
– Ngawi: 38 kasus

Data ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan pernikahan anak di Bojonegoro masih perlu ditingkatkan, terutama melalui edukasi dan pemberdayaan remaja.

Wilayah dengan Tingkat Permohonan Dispensasi Kawin Relatif Tinggi

Sholikhin Jamik menjelaskan bahwa permohonan dispensasi kawin yang masuk ke pengadilan agama sebenarnya adalah langkah terakhir dalam penanganan masalah ini.

Data menunjukkan bahwa wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi cenderung menjadi penyumbang terbesar permohonan dispensasi kawin. Wilayah-wilayah tersebut meliputi Kedungadem, Tambakrejo, Dander, Temayang, Ngasem, Sugihwaras, dan Baureno.

Berikut adalah rincian wilayah dengan jumlah permohonan dispensasi kawin terbanyak:

1. Kedungadem: 27 kasus, dengan Desa Ngrandu mencatat 5 kasus.
2. Tambakrejo: 18 kasus, dengan Desa Malingmati dan Mulyorejo masing-masing menyumbang 4 kasus.
3. Dander, Temayang, dan Ngasem: Masing-masing mencatat 18, 13, dan 13 kasus.

Solikhin Jamik juga berbagi tentang kasus yang paling memilukan, yaitu permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh seorang anak berusia 12 tahun, meskipun akhirnya ditolak. Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya perlindungan anak sejak usia dini.

Akar Tantangan yang Perlu Diatasi

Beberapa tantangan utama yang menjadi penyebab pernikahan anak di Bojonegoro antara lain:

1. Pendidikan Terbatas: Banyak anak tidak melanjutkan ke jenjang SMA/SMK karena masalah biaya dan jarak sekolah yang jauh.
2. Norma Sosial yang Mendukung Pernikahan Muda: Sebagian masyarakat masih menganggap pernikahan muda sebagai solusi untuk masalah sosial atau menjaga nama baik keluarga.
3. Tekanan Ekonomi: Keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas merasa bahwa menikahkan anak dapat mengurangi beban ekonomi keluarga.
4. Minimnya Edukasi Kesehatan Reproduksi: Kurangnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi menyebabkan banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, yang kemudian menjadi alasan utama untuk mengajukan dispensasi kawin.

Menuju Bojonegoro Bebas Pernikahan Anak

Penurunan jumlah kasus dispensasi kawin dari 228 menjadi 205 menunjukkan bahwa perubahan positif adalah mungkin. Namun, perjalanan menuju Bojonegoro yang bebas dari praktik pernikahan anak masih panjang dan membutuhkan komitmen dari semua pihak.

Setiap angka dalam data ini mewakili masa depan anak-anak yang perlu kita jaga bersama. Dengan dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat, pendidik, dan keluarga, Bojonegoro dapat menjadi contoh sukses dalam memutus rantai pernikahan anak.

“Anak-anak adalah masa depan yang harus dijaga, bukan sekadar angka dalam data dispensasi kawin.”ujarnya (udin/Arh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *