KOLOM  

Pencairan DD di Bojonegoro Tertunda, Bentuk Kelumpuhan Birokrasi

Avatar photo

Opini oleh Agus.

Bojonegoro – Tertundanya pencairan Dana Desa (DD) tahap kedua di kabupaten Bojonegoro bukan sekedar kelalaian administratif.

Ini adalah bentuk kelumpuhan birokrasi yang menyandera hak desa. Betapa ironis, di tengah jargon “pembangunan dari pinggiran”, desa justru dijadikan korban ketidakpecusan pengelolaan.

Keterlambatan ini jelas menimbulkan efek domino. Program pembangunan desa macet, pemberdayaan ekonomi terhenti, dan kepercayaan publik semakin menipis.

Seperti diungkap Dr. Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara, “Dana Desa adalah hak konstitusional yang melekat pada desa.

Jika, penundaan tanpa alasan yang jelas berarti pengingkaran terhadap prinsip keadilan dan tanggung jawab negara.”

Pernyataan ini menegaskan bahwa desa bukan pengemis anggaran, melainkan pemilik sah yang dijamin oleh undang-undang.

Hal senada disampaikan pakar kebijakan desa, bahwa pencairan Dana Desa seharusnya sederhana dan tepat waktu.

“Birokrasi jangan sampai menjadi monster yang menelan hak-hak desa. Semakin lama ditunda, semakin besar kerugian sosial dan ekonomi yang ditanggung masyarakat desa.” jlentrehnya.

Di titik ini, rakyat berhak bertanya: apakah sistem ini sengaja dibuat berbelit agar desa tak berdaya? Atau memang birokrasi kita sudah terlalu nyaman dengan gaya kerja lamban yang hanya merugikan wong cilik?

Jika pemerintah kabupaten dan kementerian terkait tidak segera melakukan reformasi mekanisme pencairan, maka wacana “desa mandiri” hanya akan jadi pepesan kosong belaka.

Dana Desa bukan hadiah dari penguasa, melainkan darah segar pembangunan desa yang wajib mengalir tepat waktu. Menahannya sama saja dengan mencekik denyut nadi desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *