Opini Agus – Pegiat Kebijakan Publik
Bojonegoro – Pemerintah Bojonegoro akhir-akhir ini tampak seperti orang yang kebanyakan minum obat. Jalannya goyah, bicaranya tidak nyambung, dan pikirannya linglung.
Anggaran ada, uang rakyat menumpuk di kas, tapi penggunaannya malah bingung sendiri. Retensi anggaran dijadikan alasan, seolah menyimpan dana adalah prestasi.
Padahal rakyat di desa masih harus zig-zag di jalan berlubang, pengangguran menggunung, warga miskin mendominasi.
Lalu, perceraian makin menjadi, stunting jalan ditempat. Kalau benar ini prestasi, berarti logika sudah ikut minum obat juga.
Lucunya lagi, setiap kali muncul piagam penghargaan baru, pejabat tampil sumringah bak artis di red carpet.
Sementara rakyatnya? Masih kepanasan menunggu janji yang tak pernah turun dari langit anggaran.
Kalau terus-terusan bingung begini, jangan-jangan nanti Bojonegoro butuh dokter spesialis keuangan daerah (kemungkinan diambilkan dari pemerintah pusat).
Sebab yang sakit bukan lagi fisik, tapi akal sehat dalam mengelola uang rakyat. Rakyat tidak butuh tontonan seremonial, rakyat butuh pelayanan.
Dan obat paling mujarab untuk kebingungan ini sederhana: transparansi, keberanian membelanjakan anggaran, dan keberpihakan nyata pada warga.
Kalau tidak, Bojonegoro hanya akan terus mabuk prestasi semu, sementara warganya tetap menanggung sakit