Opini oleh Agus – Pegiat Kebijakan Publik
Bojonegoro – Kabupaten Bojonegoro seakan sedang bermain-main dengan keselamatan warganya.
Di tengah semakin padatnya arus lalu lintas poros kecamatan, justru rambu-rambu jalan sangat minim.
Marka jalan entah ke mana, paku jalan tiada, zebra cross di depan sekolah tak terlihat, bahkan kode tikungan di jalur rawan pun absen.
Alhasil, jalan raya poros kecamatan berubah menjadi arena tanpa aturan: pengendara harus mengandalkan naluri, bukan informasi.
Anak sekolah menyeberang dengan penuh risiko, sopir pendatang kebingungan, sementara tikungan rawan tetap jadi jebakan maut.
Ironisnya, pemerintah daerah masih sibuk berkoar soal pembangunan infrastruktur megah, namun melupakan rambu yang justru merupakan roh keselamatan di jalan.
Ketidakadaan rambu ini bukan sekadar soal kelalaian teknis. Lebih dari itu, ini adalah cermin lemahnya keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat.
Pertanyaannya: bagaimana mungkin Bojonegoro berbicara tentang “jalan berkelas” jika rambu sederhana saja tak mampu disediakan?
Apakah keselamatan warga dianggap sepele hanya karena tak semenarik proyek besar untuk dipamerkan?
Opini publik pun mulai mengeras: jangan sampai Bojonegoro hanya piawai membangun jalan mulus demi laporan prestasi, namun gagal menyediakan penunjuk keselamatan dasar.
Sebab apa arti jalan lebar, jika setiap tikungan bisa menjelma pintu kematian hanya gara-gara rambu yang absen?
Keselamatan bukan sekadar formalitas—ia adalah hak dasar yang tidak boleh ditawar. Dan Bojonegoro, saat ini, tengah diuji: memilih nyawa warganya, atau sekadar prestise di atas kertas.