Opini Agus – Pegiat Kebijakan Publik
Bojonegoro – Lagi-lagi pemerintah kabupaten menebar wacana ambisius: Pasar Kota 3 lantai pada 2026.
Gedung modern, kios tertata rapi, area kuliner, zona UMKM dan area olahraga —semua terdengar menggoda.
Tapi fakta di lapangan tidak bisa dibohongi: pasar bertingkat 2 lantai di dua lokasi berbeda yang sudah ada kini banyak stannya kosong.
Ini bukan sekadar angka, melainkan alarm: ambisi megah seringkali menabrak realitas sosial dan ekonomi.
Pedagang kecil yang menjadi tulang punggung pasar bisa tersingkir, pembeli enggan naik ke lantai atas, dan anggaran rakyat berpotensi tersedot untuk proyek yang berisiko mangkrak.
Di balik gemerlap wacana, ada risiko politik yang nyata: pasar megah bisa jadi proyek pencitraan, bukan jawaban bagi kesejahteraan pedagang dan kenyamanan warga.
Modernisasi pasar tidak hanya soal tinggi bangunan, tapi soal fungsi nyata, ekonomi lokal yang hidup, dan akses yang adil bagi rakyat kecil.
Sebelum lantai ketiga dibangun, perbaiki dulu pasar yang ada: evaluasi tarif sewa, manajemen, akses pembeli, fasilitas penunjang, dan strategi agar pasar benar-benar hidup.
Jangan sampai Pasar Kota 3 Lantai menjadi monumen megah tapi mati, simbol ambisi yang menelan anggaran, sementara rakyat hanya menyaksikan dari jauh.
Bojonegoro berpotensi kehilangan peluang jika proyek ambisius ini dibiarkan berjalan tanpa dasar perhitungan nyata.
Pasar tidak cukup berdiri tinggi; ia harus hidup, ramai, dan berpihak pada warganya.
Elegan dalam rancangan, pedas dalam realitas yang dihadapi—itulah modernisasi yang sesungguhnya.