KOLOM  

Dana Migas dan Rakyat yang Hanya Jadi Penonton

Avatar photo

Opini oleh Agus.

Bojonegoro – Kabupaten Bojonegoro sering dielu-elukan sebagai daerah kaya karena migas. Triliunan rupiah Dana Bagi Hasil (DBH) masuk ke kas daerah tiap tahun.

Namun, realitas di lapangan seolah menampar, masih banyak rakyat hidup pas-pasan, jalan poros desa berlubang, pengangguran tak terkendali, dan petani meratap karena harga hasil panen tak sebanding dengan biaya produksi.

Ironisnya, DBH migas justru lebih banyak “tersangkut” di meja birokrat. Transparansi penggunaan dana migas masih seperti mimpi di siang bolong.

Anggaran yang mestinya jadi lokomotif kesejahteraan rakyat justru rawan disulap menjadi proyek mercusuar yang hanya indah dipandang, tapi minim manfaat.

Para ahli kebijakan publik menilai bahwa fenomena ini adalah contoh klasik resource curse, di mana kekayaan alam tidak otomatis membuat masyarakat sejahtera, justru menjadi sumber ketimpangan.

Jika pengelolaan DBH migas tidak diawasi secara ketat, maka yang lahir hanyalah segelintir elite yang kenyang,. Sementara rakyat tetap menjadi penonton dalam pesta kekayaan daerahnya sendiri.

Sudah saatnya publik berani bersuara lantang. DBH migas bukan hak istimewa pejabat, melainkan amanah untuk rakyat Bojonegoro.

Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan nyata harus ditegakkan, atau kekayaan migas hanya akan menjadi kutukan yang menjerat generasi Bojonegoro di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *